Ketegangan Perdagangan Global: China Ancam Balasan atas Negara Pendukung AS

StartSmartID - Dalam lanskap geopolitik yang semakin panas, konflik dagang
antara Amerika Serikat dan China tak hanya melibatkan dua raksasa ekonomi,
tetapi juga menarik negara-negara lain ke dalam pusaran. Kebijakan ekonomi yang
bersifat proteksionis, serta tekanan diplomatik dari Washington, mulai memicu
peringatan keras dari Beijing.
China menegaskan akan memberikan balasan serius terhadap
negara-negara yang bekerja sama dengan Amerika Serikat, apabila langkah
tersebut dinilai merugikan kepentingan nasional mereka. Pernyataan ini
menyiratkan potensi perang dagang yang jauh lebih luas dan kompleks di masa
mendatang.
Dengan menggunakan pendekatan multilayered, termasuk diplomasi, tarif dagang, dan strategi ekonomi, China bersiap memperkuat posisinya dalam dinamika perdagangan internasional. Hal ini menjadi bagian dari strategi mereka dalam menghadapi tekanan ekonomi dari AS, dan juga menjadi sinyal kuat bagi negara-negara mitra dagang lainnya.
China Ancam Negara Pendukung AS dalam Perang Dagang
Ketegangan antara China dan Amerika Serikat memasuki
babak baru setelah Beijing memperingatkan akan membalas negara-negara yang
menjalin kerja sama dagang dengan AS, jika kerja sama tersebut mengancam
kepentingan nasional China.
Pernyataan tegas tersebut disampaikan oleh Kementerian
Perdagangan China, sebagaimana dikutip dari CNBC pada Senin (21/4/2025).
Beijing menganggap rencana pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk menekan
mitra dagangnya sebagai tindakan yang merugikan stabilitas global.
“China dengan tegas menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China,” kata perwakilan Kementerian Perdagangan China. Mereka menegaskan akan mengambil tindakan balasan yang setimpal terhadap negara-negara yang mendukung pendekatan sepihak AS.
Tarif dan Tindakan Balasan: Perang Tarif Semakin Melebar
Pemerintahan Trump dilaporkan tengah mempertimbangkan
peningkatan tarif atas barang-barang asal China hingga 145 persen.
Sementara itu, China membalas dengan mengenakan tarif sebesar 125 persen
terhadap barang-barang impor dari Amerika Serikat.
Selain itu, Trump juga menunda pemberlakuan tarif tambahan
terhadap beberapa negara selama 90 hari, dalam upaya negosiasi ulang kebijakan
dagang global yang menguntungkan pihak AS.
Kebijakan ini memicu reaksi dari banyak negara yang mulai khawatir akan stabilitas ekonomi internasional, terutama apabila tensi terus meningkat tanpa adanya kesepakatan diplomatik yang adil.
China Posisioning Diri Sebagai Kekuatan Pro-Keadilan Global
China tidak hanya bereaksi secara defensif, tetapi juga
berusaha membentuk narasi bahwa mereka merupakan pihak yang mendukung kerja
sama internasional yang adil dan berimbang. Dalam pernyataannya, Beijing
menegaskan kesiapannya untuk berdialog dengan berbagai negara guna membangun
sistem perdagangan global yang saling menguntungkan.
Mereka mengkritik keras pendekatan AS yang dinilai sebagai bentuk “penyalahgunaan tarif” dan “perundungan ekonomi”, yang justru menciptakan ketidakpastian dalam perdagangan global.
Efek Domino ke Negara Berkembang
Peringatan dari China menjadi perhatian serius, terutama
bagi negara-negara berkembang yang memiliki ketergantungan besar terhadap
perdagangan internasional. Kebijakan berpihak pada salah satu kubu, tanpa
memperhitungkan risiko geopolitik, dapat memicu konsekuensi ekonomi yang berat.
Negara-negara ini kini dihadapkan pada pilihan sulit antara menjalin hubungan ekonomi yang menguntungkan secara jangka pendek dengan AS, atau menjaga keseimbangan hubungan strategis dengan China.
Apa Selanjutnya?
Ketegangan ini membuka babak baru dalam rivalitas dua kekuatan ekonomi dunia. Dunia kini menanti langkah selanjutnya, baik dari Washington maupun Beijing. Satu hal yang pasti, dampaknya tidak hanya terbatas pada dua negara, melainkan menyentuh berbagai lapisan ekonomi global, termasuk harga komoditas, stabilitas mata uang, dan arus investasi asing langsung.
Baca Juga:
Posting Komentar